(Terkait Teori Rotasi dan Revolusi Bumi)
Ditulis: Shubhan bin Abi Tholhah Al-Jawiy –Saddadahulloh–
Ahad, 12 Dzulhijjah 1433H
Darul Hadits As-Salafiyyah Dammaj-harosahalloh-
بسم الله الرحمن الرحيم
MUQODIMAH
الحمد لله الذي جعل الأرض قرارا والشمس سائرا يكور اليل على النهار ويكور النهار على الليل إن في ذلك لعبرة لمن كان في قلبه نورا
والصلاة والسلام علي رسول الله ارسله الله بشيرا ونذيرا
أما بعد،
Permasalahan aqidah merupakan permasalahan yang sangat penting bagi seorang muslim. Aqidah yang shohih ibarat sebuah pondasi dan termasuk syarat yang menentukan diterima atau tidaknya amalan seseorang.Tidaklah Alloh-ta’ala-menolak amalan orang-orang musyrik melainkan karena amalan mereka tidak dibangun diatas aqidah yang benar.
Alloh-ta’ala- berfirman:
وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلَّا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِالله وَبِرَسُولِهِ وَلَا يَأْتُونَ الصَّلَاةَ إِلَّا وَهُمْ كُسَالَى وَلَا يُنْفِقُونَ إِلَّا وَهُمْ كَارِهُونَ
“Tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkah mereka, melainkan karena mereka kafir kepada Alloh dan Rasul-Nya dan mereka tidak melaksanakan sholat, melainkan dalam keadaan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dalam keadaan terpaksa”. (QS. At-Taubah:54)
Oleh karena itu, para nabi dan rosul memulai dakwah mereka dengan permasalahan tauhid.
Alloh-ta’ala- berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوت
“Sesungguhnya Kami telah mengutus pada tiap-tiap umat seorang rosul,supaya mereka beribadah kepada Alloh dan menjauhi thoghut (sesembahan selain Alloh)”. (QS. An-Nahl: 36)
Tatkala Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wa sallam– mengutus Muadz –rodhiyallohu’anhu- ke Yaman, beliau mengatakan:
إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ أَهْلِ كِتَابٍ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ عِبَادَةُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Sesungguhnya kamu akan mendatangi ahli kitab, maka jadikanlah awal kali yang kamu seru mereka kepadanya agar mereka beribadah kepada Alloh –‘azza wa jalla. (HR. Bukhori dan Muslim)
Disebutkan dalam hadits Robi’ah bin ‘Abbad -rodhiyallohu’anhu-, beliau mengatakan:
رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم بصر عيني بسوق ذي المجاز يقول: يا أيها الناس قولوا لا إله إلا الله تفلحوا. ويدخل فيفجاجها والناس متقصفون عليه. فما رأيت أحدا يقول شيئا وهو لا يسكت يقول: أيها الناس قولوا لا إله إلا الله تفلحوا، إلا أن وراءه رجلا أحول وضيء الوجه ذا غديرتين يقول:إنه صابئ كاذب. فقلت: من هذا؟ قالوا: محمد بن عبد الله وهو يذكر النبوة. قلت:من هذا الذي يكذبه. قالوا: عمه أبو لهب.
“Saya melihat Rosululloh –shollallohu’alaihi wa sallam- di pasar Dzil Mijaz mengatakan: “Wahai manusia katakanlah la ilaha illalloh maka kalian akan beruntung”. Beliau masuk di jalan-jalan, sedang saya tidak melihat seorangpun yang mengucapkan sesuatu dan Rosululloh –shollallohu’alaihi wa sallam-tidak diam. Beliau mengatakan: “Wahai manusia katakanlah,“Laa ilaha illalloh,”maka kalian akan beruntung”. Hanya saja di belakangnya ada seseorang yang juling, tampan rupanya dan mempunyai dua buah kucir mengatakan: “Sesungguhnya dia ini telah keluar dari agamanya lagi pendusta”.
Maka aku bertanya: “Siapa orang ini?” Mereka menjawab: “Muhammad bin Abdillah dan ia menyebutkan (mengaku) tentang kenabian”. Aku bertanya lagi: “Siapa orang yang di belakangnya?” Mereka menjawab:”Pamannya, Abu Lahab”.
(Hadits shohih riwayat Ahmad: 3/492,dishohihkan oleh Imam Al-Wadi’iy –rohimahulloh- dalam kitabnya As-Shohihul Musnad, no.333)
Kalau kita melihat dakwah Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- di Makkah selama sepuluh tahun, beliau mengajak kaumnya untuk mentauhidkan Alloh dan meninggalkan kesyirikan. Hal ini tidak lain adalah untuk membangun pondasi yang sangat penting ini. Kemudian setelah beliau hijroh ke Madinah, barulah turun berbagai macam syariat dari Alloh –subhanahu wa ta’ala-.
Hal ini menunjukkan akan pentingnya permasalahan aqidah, dan di dalamnya juga terdapat pelajaran yang sangat penting bagi para da’i agar mereka memulai dakwah mereka dengan permasalahan tauhid, tidak seperti kebanyakan kelompok-kelompok yang memulai dakwah mereka dengan perkara akhlak,jihad, atau dengan menegakkan daulah Islamiyyah menurut prasangka mereka, oleh karena itu kita melihat dakwah mereka tidaklah membuahkan hasil yang bermanfaat untuk islam dan kaum muslimin.
Maka permasalahan tauhid merupakan kewajiban pertama dan terakhir sebelum kita keluar dari dunia. Siapa yang meninggal diatas tauhid, maka kita mengharapkan baginya kebaikan.
Ibnu Abil ‘Izz-rohimahulloh-berkata:
فَالتَّوْحِيدُ أَوَّلُ مَا يُدْخِلُ فِي الْإِسْلَامِ، وَآخِرُ مَا يُخْرَجُ بِهِ مِنَ الدُّنْيَا، كَمَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ». وَهُوَ أَوَّلُ وَاجِبٍ وَآخِرُ وَاجِبٍ.فَالتَّوْحِيدُ أَوَّلُ الْأَمْرِ وَآخِرُهُ، أَعْنِي تَوْحِيدَ الْإِلَهِيَّةِ.
“Tauhid merupakan hal pertama yang memasukkan seseorang ke dalam Islam dan kewajiban terakhir yang mengeluarkan seseorang dari dunia, sebagaimana sabda Rosululloh –shollallohu’alaihi wa sallam-:”Siapa yang akhir perkataannya,“Laa ilaha illalloh,” maka ia akan masuk surga”. Maka tauhid adalah kewajiban pertama dan terakhir”. Maksudku adalah tauhid uluhiyyah (mengesakan Alloh dalam peribadahan)”. (Syarh Aqidah Thohawiyyah)
Imam Al-Bukhoriy-rohimahulloh- mengisyaratkan akan hal ini dalam kitab shohihnya, yang memulai kitabnya dengan kitabBad’ul wahyi, kitab Al-Imandan diakhiri dengan Kitab At-Tauhid dan diikuti oleh Asy-Syaikhul Muhadits Muqbil bin Hadiy-rohimahulloh-dalam kitabnya Al-Jami’ Ash-Shohih.
Tidaklah samar bagi kita bagaimana juhud (kesungguhan) para ulama dalam menyebarkan tauhid kepada kaum muslimin. Mereka mengorbankan jiwa dan raga dalam dakwah kepada tauhid ini, baik dakwah dengan lisan maupun tulisan. Juga sangat banyak kitab-kitab para ulama yang menjelaskan akan permasalahan ini dan juga bantahan-bantahan mereka dalam rangka memperingatkan umat dari rusaknya aqidah yang banyak tersebar dikalangan kaum muslimin. Sikap para ulama tersebut juga sangat keras terhadap orang-orang yang menyelisihi aqidah yang benar serta siapa saja yang berusaha untuk merusak kaum muslimin dengan menyebarkan aqidah-aqidah sesat.
Hal itu seperti yang dilakukan Umar bin Khottob-rodhiyallohu’anhu- terhadap Shobigh, kisah penyembelihan Ja’d bin Dirham oleh Kholid Al-Qosry dan pernyataan baro’ (berlepas diri) Abdulloh bin Umar-rodhiyallohu’anhu- terhadap kelompok Qodariyah. Ini merupakan secuplik contoh akan kerasnya sikap para ulama terhadap orang-orang yang mempunyai aqidah yang rusak dan ingin menyebarkannya dikalangan kaum muslimin. Dengan hal ini, maka terjagalah aqidah kaum muslimin dari berbagai macam penyimpangan yang merusak aqidah mereka.
Kemudian, setelah berlalunya zaman generasi terbaik dan berkurangnya para ulama, maka semakin banyak dai-dai (para penyeru) kesesatan yang mengajak kepada pintu-pintu Jahannam. Siapa yang mengikutinya akan dicampakkan kedalamnya. Maka tersebarlah berbagai macam penyimpangan dalam permasalahan aqidah, sehingga kita mendapati kebanyakan kaum muslimin terdidik dengan aqidah yang salah dan tumbuh diatasnya.Wallohul Musta’an.
Salah satu dari keyakinan yang tersebar di kalangan kaum muslimin dan diajarkan kepada anak-anak kaum muslimin di sekolah-sekolah mereka adalah keyakinan bahwasanya bumi itu bergerak mengelilingi matahari dan matahari diam tak bergerak. Manakala keyakinan ini menyelisihi nash dari Al-Qur’an, As-Sunnah dan Al-Ijma’, maka kami ingin menjelaskan akan batilnya keyakinan ini dengan menukil perkataan para ulama yang telah mendahului kita dalam menjelaskan hal ini dan juga karena adanya permintaan dari sebagian ikhwan.Mudah-mudahan Alloh membalas kebaikan para ulama kita yang telah menjelaskan hal ini dan memperingatkan umat darinya. Tidaklah ada suatu kemungkaran, melainkan kita dapati para ulama telah mengingkarinya dan kita mendapatkan pula kitab-kitab yang mereka tulis untuk menjelaskan penyimpangan tersebut. Jazahumullohukhoiron.
SIAPA PENCETUS KEYAKINAN INI
Mahmud Syukry Al-Alusiy berkata: “Telah tersebar di zaman kita ini perkataan Phythagore -seorang filosof terkenal dalam bidang Astronomi- dan diikuti oleh para ahli filsafat belakangan setelah pemikiran ini ditinggalkan, yaitu pendapat yang mengatakan tentang adanya pergerakan bumi harian (rotasi) dan tahunan (revolusi) mengelilingi matahari, dan bahwasanya matahari itu adalah pusat pergerakan (tata surya). Bumi adalah salah satu bintang yang beredar di orbitnya. Tidak seperti yang dikatakan oleh Ptolemee”.
Kemudian, Muhammad Zuhair Asy-Syawisy memberikan ta’liq (komentar) terhadap kalam (ucapan) diatas dengan mengatakan: “Phythagore adalah seorang hakim Yunani yang terkenal. Para pengikutnya dinamakan Phytagoriyyin sebagai bentuk penisbatan kepadanya. Mereka mempunyai pendapat bahwa bumi adalah sebuah bintang dari bintang-bintang yang berputar di sekitar pusat api. Dengan pemikiran ini, mereka menyelisihi pemikiran yang tersebar di zaman mereka bahwasanya bumi adalah pusat alam semesta. Phythagore dilahirkan di pulau Samus dan mati di pulau itu juga sekitar tahun 600 SM.
Ptolemee adalah salah satu pakar Astronomi, sejarah dan geografi. Dia adalah pemilik kitab Majusti yang terkenal. Yang mempunyai pemikiran ptolemeesiyah yang mengatakan bahwasanya bumi itu tetap dan planet berputar di sekitarnya dan itu adalah pemikiran yang diisyaratkan oleh pengarang”. (Risalah: Maa Dalla ‘Alaihil Qur’an Mimmaa Ya’dhidu Al-Haiatul Jadiidah Al-Qodiimatul Burhan, karya Mahmud Syukri Al-Alusy, cet. Al-Maktabul Islami)
Syaikh Abu ‘Amr Al-Hajuriy –hafidhohulloh-berkata: “Telah nampak pemikiran Yunani yang diucapkan oleh salah seorang ahli filsafat yang bernama Phytagoras Al-Yunaniy- sebelum dilahirkannya Al-Masih (Nabi Isa) kurang lebih lima ratus tahun dan ada yang mengatakan enam ratus tahun- bahwasanya bumi termasuk bintang-bintang yang beredar mengelilingi matahari. Pemikiran ini ditinggalkan semasa itu dalam waktu yang lama karena tidak diterima oleh akal dan kenyataan, sampai munculnya seorang ahli falak (astronom) Yunani yang bernama Choopernight dari abad ke-10 Hijriyah dan menampakkan pemikiran Phytagoras. Kemudian pada abad ke-12 hijriyah, muncul Herchil dan para pengikutnya dari para ahli filsafat Paronji dan menguatkan pemikiran phytagoras.
Awalnya pemikiran ini tidak diterima oleh seorang pun dari kaum muslimin. Kemudian, muncullah orang-orang sesat dari kaum muslimin mengambil pemikiran ini dan mempopulerkannya di antara kaum muslimin dengan menampakkan bahwa pemikiran ini adalah bagian dari agama!!! (Risalah: An-Narjis bi Qorooril Ardh wa Jaroyaanis Syams, hal.11, cet. Maktabah Ibnu Sirin)
Dari hal di atas dapat kami simpulkan beberapa poin sebagai berikut:
- Pencetus pemikiran ini adalah seorang ahli filsafat Yunani yang kafir.
- Bahwasanya mereka sendiri telah berselisih pendapat dalam permasalahan ini.
SUMBER PENGAMBILAN AQIDAH ADALAH KITAB DAN SUNNAH SESUAI DENGAN PEMAHAMAN SALAFUL UMMAH
Alloh –subhanahu wa ta’ala– berfirman:
اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Robbmu dan janganlah kamu mengikuti wali-wali selain-Nya, sangat sedikit di antara kalian yang mengambil pelajaran (darinya)”. (QS.Al-A’rof:3)
Alloh –subhanahu wa ta’ala– berfirman:
أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَى عَلَيْهِمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَرَحْمَةً وَذِكْرَى لِقَوْمٍ يُؤْمِنُون [العنكبوت : 51]
“Apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepada-Mu Al-Kitab (Al-Quran) yang dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (Al-Quran) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman”. (QS.Al-’Ankabut:51)
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka inginkan? dan (hukum) siapakah yang lebih baik dari (hukum) Alloh bagi orang-orang yang yakin?” (QS.Al-Maidah:50)
Rosululloh-sholallohu’alaihi wasallam-bersabda:
أمَّا بَعْدُ أَلاَ أَيُّهَا النَّاسُ فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ يُوشِكُ أَنْ يَأْتِىَ رَسُولُ رَبِّى فَأُجِيبَ وَأَنَا تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللهِ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ فَخُذُوا بِكِتَابِ اللهِ وَاسْتَمْسِكُوا بِهِ
“Amma ba’du; wahai manusia, sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia. Dikhawatirkan akan datang utusan Robbku kemudian aku menjawabnya (yakni kematian) dan aku tinggalkan untuk kalian dua perkara, salah satunya adalah kitabulloh di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Maka ambillah kitabulloh dan berpegang teguhlah dengannya”.
وفي رواية: مَنِ اسْتَمْسَكَ بِهِ وَأَخَذَ بِهِ كَانَ عَلَى الْهُدَى وَمَنْ أَخْطَأَهُ ضَلَّ
Dalam satu riwayat: “Siapa yang berpegang teguh dengannya dan mengambilnya, maka ia berada diatas petunjuk dan siapa yang berlepas darinya dia akan sesat”. (HR.Muslim, no. 2408 dari Zaid bin Arqom –rodhiyallohu’anhu-)
Rosululloh–shollallohu ‘alaihi wa sallam-juga bersabda:
لقد تركتكم علي البيضاء ليلها كنهارها لا يزيغ عنها إلا هالك
“Sungguh aku telah meninggalkan kalian di atas sesuatu yang putih; malamnya sama seperti siangnya, tidak menyimpang darinya kecuali seorang yang binasa”. (Hadits hasan riwayat Ibnu Abi ‘Ashim dalam As-Sunnah).
تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما : كتاب الله وسنة رسوله
“Aku tinggalkan pada kalian dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang teguh dengannya; Kitabulloh dan Sunnah Rosul-Nya” (Diriwayatkan oleh Imam Malik –rohimahulloh- dalam kitabAl-Muwatho’ dan dihasankan oleh Syaikh Albani dalam Al-Misykah no.186)’
Dari dalil-dalil diatas, menunjukkan bahwa sumber pengambilan aqidah adalah dari Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman ulama salaf. Siapa yang menyangka bahwa dia akan mendapatkan petunjuk dan kebenaran dari selain keduanya, maka dia telah tersesat dan mendapatkan kerugian.
Mengapa harus sesuai dengan pemahaman para ulama salaf?
Sebab mereka adalah orang-orang yang telah dipuji oleh Alloh-subhanahu wa ta’ala-dalam firman-Nya:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshor serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Alloh ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Alloh.Alloh menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai. Mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar”. (QS.Al-Maidah:100)
Merekalah orang-orang yang berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan Sunnah, dan mengamalkan Islam ini sesuai dengan apa yang mereka pahami dari Rosululloh-shollallohu ‘alaihi wasallam- sampai hari ini. Mereka sangat jauh dari berbagai macam penyimpangan yang diada-adakan dalam agama ini sehingga kemurnian agama mereka akan terus terjaga sampai dekatnya hari kiamat.
Rosululloh –shollallohu’alaihi wa sallam –bersabda :
لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِى ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِىَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ
“Akan terus-menerus ada sekelompok dari umatku yang menampakkan kebenaran tidak akan membahayakan mereka orang-orang yang memusuhi mereka sampai datangnya perintah Alloh (hari kiamat), sedang mereka diatas kebenaran”. (HR.Muslim no.5059 dari Tsauban –rodhiyallohu’anhu-).
DALIL-DALIL DARI AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH YANG MENUNJUKKAN AKAN TETAPNYA BUMI DAN BERJALANNYA MATAHARI MENGELILINGI BUMI
- Alloh –ta’ala-berfirman:
وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
“Matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Al-’Aziz (yang Maha Perkasa) dan Al-’Alim(lagi Maha Mengetahui)”. (QS.Yasin:38)
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin –rohimahulloh– mengatakan ketika menafsirkan ayat ini: “Sebagian faedah dari ayat ini adalah: bahwasanya matahari itu berjalan dan ini adalah suatu kenyataan serta zhohir dari Al-Qur’an dan bahwa berjalannya adalah secara dzatnya, bukanlah yang dimaksud dengan berputar itu adalah bumi. Merupakan suatu kewajiban untuk membiarkan Al-Quran sesuai zhohirnya sampai tegak sebuah dalil yang jelas serta bisa dijadikan hujjah bagi kita di hadapan Alloh-’azza wa jalla-untuk keluar dari zhohirnya, sebab yang berbicara dengan Al-Qur’an adalah Alloh Al-Kholiq (sang pencipta). Dialah yang mengetahui keadaan makhluk-Nya. Apabila Dia mengatakan bahwa matahari berjalan, maka wajib bagi kita untuk mengatakan bahwa matahari berjalan dan tidak boleh bagi kita untuk mengatakan kita yang berjalan”. (At-Tafsir Ats-Tsamin)
- Alloh –ta’ala-berfirman:
اللهُ الَّذِي رَفَعَ السَّمَاوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي لِأَجَلٍ مُسَمًّى يُدَبِّرُ الْأَمْرَ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ بِلِقَاءِ رَبِّكُمْ تُوقِنُون
“Alloh-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia beristiwa’ (meninggi) di atas ‘arsy dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Alloh mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuanmu dengan Robb-mu”. (QS.Ar-Ro’d:2)
- Alloh –ta’ala-berfirman:
وَسَخَّرَ لَكُمُ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ دَائِبَيْن
“Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus-menerus beredar (dalam orbitnya) dan menundukkan bagimu malam dan siang”. (QS.Ibrohim:33)
Ibnu Katsir-rohimahulloh- berkata: “Yakni keduanya berjalan dan tidak tetap, baik di waktu siang maupun malam”.
- Alloh –ta’ala-berfirman:
الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍ
“Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan”. (QS.Ar-Rohman:5)
Ibnu Katsir-rohimahulloh- berkata: “Yakni keduanya berjalan silih berganti dengan perhitungan yang teliti tanpa berselisih dan tanpa adanya kegoncangan”.
- Alloh-ta’ala-berfirman:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللهَ يُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَيُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى وَأَنَّ اللهَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Tidakkah kamu memperhatikan, bahwa sesungguhnya Alloh memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia tundukkan matahari dan bulan masing-masing berjalan sampai kepada waktu yang ditentukan. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS.Luqman:29)
- Alloh-ta’ala-berfirman:
وَتَرَى الشَّمْسَ إِذَا طَلَعَتْ تَزَاوَرُ عَنْ كَهْفِهِمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَإِذَا غَرَبَتْ تَقْرِضُهُمْ ذَاتَ الشِّمَالِ وَهُمْ فِي فَجْوَةٍ مِنْهُ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللهِ مَنْ يَهْدِ اللهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا
“Kamu melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan. Bila matahari terbenam, menjauhi mereka ke sebelah kiri, sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu.Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Alloh. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Alloh, maka dialah yang mendapat petunjuk dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya”. (QS.Al-Kahfi:17)
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin –rohimahulloh– berkata: “Dari kalimat, “… apabila matahari terbenam, maka matahari tersebut menjauhi mereka ke sebelah kiri,” menunjukkan bahwasanya mataharilah yang bergerak dan dengan pergerakannya tersebut, terjadilah terbit dan tenggelam berbeda dengan apa yang diucapkan oleh sebagian manusia di zaman sekarang yang mengatakan bahwa yang berputar adalah bumi, sementara keadaan matahari, maka ia tetap diam.
Adapun diri kami, maka kami mempunyai bukti dari kalamulloh yang wajib bagi kita untuk memahaminya sesuai dhohirnya dan supaya tidak goncang dari dhohir ini, kecuali dengan dalil yang jelas … sebab Alloh menisbatkan semua perbuatan, berupa terbit dan tenggelam kepada Matahari … dan kita mengetahui dengan ilmu yakin bahwa Alloh lebih tahu dengan makhluk-Nya dan kita tidak akan menerima sebuah pemikiran baru dan persangkaan. (At-Tafsir At-Tsamin)
- Alloh-ta’ala-berfirman:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ وَاللهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Robb-nya, karena Alloh telah memberikan kepada orang itu kekuasaan. Ketika Ibrahim mengatakan: “Robb-ku itulah yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata: “Aku dapat menghidupkan dan mematikan”. Ibrahim berkata: “Sesungguhnya Alloh menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat!” Lalu terdiamlah orang kafir itu dan Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dholim”. (QS.Al-Baqoroh:258)
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin –rohimahulloh– berkata: “Dalam ayat ini terdapat bantahan terhadap para ahli Astronom yang mengatakan bahwa datangnya matahari bukanlah dengan dzatnya, akan tetapi bumilah yang berputar sampai ia sendiri yang mendatangi matahari. Sisi bantahannya adalah dari perkataan Nabi Ibrohim-‘alaihissalam- yang maknanya, “Sesungguhnya Alloh mendatangkan matahari dari arah timur, maka datangkanlah ia dari arah barat,”… sedang mereka mengatakan, “Sesungguhnya Alloh tidak mendatangkan ia dari arah timur, akan tetapi dengan perputarannya, sehingga matahari yang terbit kepadanya” … wajib bagi kita untuk mengambil perkara ini sesuai dengan dhohir Al-Qur’an dan tidak berpaling terhadap ucapan siapapun yang menyelisihi dhohir Al-Qur’an tersebut. Hal itu karena kita beribadah sesuai apa yang ditunjukkan dalam Al-Qur’an. Dari sisi lain Alloh –ta’ala-lebih mengetahui dengan apa yang Ia ciptakan.
Alloh –ta’ala– berfirman:
أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِير
“Apakah Alloh yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan), sedangkanDia itu Al-Lathif lagi Al-Khobir (Maha Mengetahui)?”(QS.Al-Mulk:14)
Bersamaan dengan itu, para ahli falak terdahulu dan sekarang telah berselisih dalam permasalahan ini dan tidak bersepakat bahwa dengan perputaran bumilah sebab terjadinya siang dan malam.
Kita katakan: walaupun seluruh ahli falak semuanya bersepakat dalam hal ini, kami tidaklah akan berpaling dari dhohir Al-Qur’an. (At-Tafsir At-Tsamin 2/286)
- Rosululloh –shollalohu’alaihi wa sallam-bersabda :
غَزَا نَبِىٌّ مِنَ الأَنْبِيَاءِ فَقَالَ لِقَوْمِهِ لاَ يَتْبَعْنِى رَجُلٌ قَدْ مَلَكَ بُضْعَ امْرَأَةٍ وَهُوَ يُرِيدُ أَنْ يَبْنِىَ بِهَا وَلَمَّا يَبْنِ وَلاَ آخَرُ قَدْ بَنَى بُنْيَانًا وَلَمَّا يَرْفَعْ سُقُفَهَا وَلاَ آخَرُ قَدِ اشْتَرَى غَنَمًا أَوْ خَلِفَاتٍ وَهُوَ مُنْتَظِرٌ وِلاَدَهَا. قَالَ فَغَزَا فَأَدْنَى لِلْقَرْيَةِ حِينَ صَلاَةِ الْعَصْرِ أَوْ قَرِيبًا مِنْ ذَلِكَ فَقَالَ لِلشَّمْسِ أَنْتِ مَأْمُورَةٌ وَأَنَا مَأْمُورٌ اللَّهُمَّ احْبِسْهَا عَلَىَّ شَيْئًا.فَحُبِسَتْ عَلَيْهِ حَتَّى فَتَحَ اللهُ عَلَيْهِ –
“Salah seorang nabi terdahulu melakukan peperangan, maka ia berkata kepada kaumnya,”Janganlah mengikutiku seseorang yang telah memiliki perempuan dan dia ingin menggaulinya, tidak pula seseorang yang telah membangun rumah, sedangkan ia belum menaikkan atapnya dan tidak pula seorang yang telah membeli seekor kambing bunting, sedangkan ia sedang menunggu kelahiran anaknya!”Maka nabi itu pun berangkat berperang. Ia pun mendekati suatu kampung yang ingin diperanginya ketika mau masuk sholat Ashar. Maka ia berkata kepada matahari, “Sesungguhnya kamu diperintah dan aku pun diperintah”. (Lalu ia berdoa), “Ya Alloh tahanlah ia untukku”. Maka matahari itu pun ditahan oleh Alloh, sampai Alloh memberikan kepada nabi itu kemenangan”. (HR.Bukhory, no.3124 dan Muslim no.1747)
Sisi pendalilannya, hadits ini menunjukkan bahwa matahari itu berjalan, karena nabi tersebut meminta kepada Alloh untuk menahan jalannya matahari tersebut, agar jangan tenggelam dahulu sampai ia menyelesaikan peperangan. Kalaulah matahari itu diam dan bumilah yang berjalan, maka mengapa nabi tersebut harus meminta matahari untuk ditahan perjalanannya dan tidak meminta bumi saja yang ditahan?!
- Rosululloh –shollalohu’alaihi wa sallam-pada suatu hari pernah bertanya:
أَتَدْرُونَ أَيْنَ تَذْهَبُ هَذِهِ الشَّمْسُ؟ قَالُوا:اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ إِنَّ هَذِهِ تَجْرِى حَتَّى تَنْتَهِىَ إِلَى مُسْتَقَرِّهَا تَحْتَ الْعَرْشِ فَتَخِرُّ سَاجِدَةً وَلاَ تَزَالُ كَذَلِكَ حَتَّى يُقَالَ لَهَا ارْتَفِعِى ارْجِعِى مِنْ حَيْثُ جِئْتِ فَتَرْجِعُ فَتُصْبِحُ طَالِعَةً مِنْ مَطْلِعِهَا ثُمَّ تَجْرِى حَتَّى تَنْتَهِىَ إِلَى مُسْتَقَرِّهَا تَحْتَ الْعَرْشِ فَتَخِرُّ سَاجِدَةً وَلاَ تَزَالُ كَذَلِكَ حَتَّى يُقَالَ لَهَا ارْتَفِعِى ارْجِعِى مِنْ حَيْثُ جِئْتِ فَتَرْجِعُ فَتُصْبِحُ طَالِعَةً مِنْ مَطْلِعِهَا ثُمَّ تَجْرِى لاَ يَسْتَنْكِرُ النَّاسُ مِنْهَا شَيْئًا حَتَّى تَنْتَهِىَ إِلَى مُسْتَقَرِّهَا ذَاكَ تَحْتَ الْعَرْشِ فَيُقَالُ لَهَا ارْتَفِعِى أَصْبِحِى طَالِعَةً مِنْ مَغْرِبِكِ فَتُصْبِحُ طَالِعَةً مِنْ مَغْرِبِهَا. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- أَتَدْرُونَ مَتَى ذَاكُمْ ذَاكَ حِينَ لاَ يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِى إِيمَانِهَا خَيْرًا
“Tahukah kalian, kemana perginya matahari itu (ketika terbenam)?” Mereka menjawab, “Alloh dan Rosul-Nya lebih mengetahuinya”. Rosululloh-shollallohu ‘alaihi wasallam-menjawab, “Sesungguhnya matahari ituberjalan sampai ke porosya di bawah arsy. Kemudian ia pun bersujud. Hal itu ia lakukan secara terus-menerus sampai diperintahkan kepadanya, “Bangkitlah kamu, kembalilah dari arah kamu datang!” Maka ia pun kembali terbit dari arah biasanya ia terbit darinya. Sampai dikatakan (diperintahkan) kepadanya, “Bangkitlah kamu dan terbitlah kamu dari arah barat!” Maka iapun terbit dari arah barat. Tahukah kalian, kapan hal itu terjadi? Hal itu terjadi tatkala tidak bermanfaat lagi keimanan terhadap jiwa seorang, dikarenakan ia tidak beriman sebelumnya atau berbuat kebaikan untuk keimanannya”. (HR. Bukhori, no.7424 dan Muslim, no.159)
DALIL-DALIL AKAN TETAPNYA BUMI
- Alloh –subhanahu wa ta’ala-berfirman:
أَمَّنْ جَعَلَ الْأَرْضَ قَرَارًا وَجَعَلَ خِلَالَهَا أَنْهَارًا وَجَعَلَ لَهَا رَوَاسِيَ وَجَعَلَ بَيْنَ الْبَحْرَيْنِ حَاجِزًا أَإِلَهٌ مَعَ اللهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
“Siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, menjadikan gunung-gunung untuk (mengkokohkan)nya serta menjadikan suatu pemisah antara dua laut. Apakah ada sesembahan yang benar selain Alloh?! Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui”. (QS.An-Naml: 61)
Ibnu Katsir-rohimahulloh-berkata: “قرارا” yakni (bumi itu) tetap, tenang tidak condong, tidak bergerak, tidak goncang. Hal itu karena seandainya tidak demikian, maka tidaklah nyaman untuk hidup diatasnya. Bahkan Alloh menjadikannya hamparan yang tetap (sepanjang mata memandang), tidak goncang dan tidak bergerak sebagaimana hal itu disebutkan dalam ayat yang lain.
اللهُ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ قَرَارًا
“Alloh-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap” (QS.Ghofir:64)
- Alloh –subhanahu wa ta’ala-berfirman:
الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُون
“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan dia menurunkan air (hujan) dari langit. Lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu. Karena itu janganlah kamu menjadikan sekutu-sekutu bagi Alloh, padahal kamu mengetahuinya”. (QS.Al-Baqoroh:22)
- Alloh –subhanahu wa ta’ala-berfirman:
فَأَزَلَّهُمَا الشَّيْطَانُ عَنْهَا فَأَخْرَجَهُمَا مِمَّا كَانَا فِيهِ وَقُلْنَا اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَلَكُمْ فِي الْأَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَى حِينٍ
“Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: “Turunlah kamu, sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi serta kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan”. (QS. Al-Baqoroh:36)
- Alloh –subhanahu wa ta’ala-berfirman:
إِنَّ اللهَ يُمْسِكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ أَنْ تَزُولَا وَلَئِنْ زَالَتَا إِنْ أَمْسَكَهُمَا مِنْ أَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا
“Sesungguhnya Alloh menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap.Sungguh, jika keduanya lenyap, maka tidak ada seorangpun yang dapat menahan keduanya selain Alloh.Sesungguhnya Dia adalah halim (Maha Penyantun) lagi Ghofur (Maha Pengampun)”. (QS. Fathir: 41)
5 Alloh –subhanahu wa ta’ala-berfirman:
وَجَعَلْنَا فِي الْأَرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِهِمْ وَجَعَلْنَا فِيهَا فِجَاجًا سُبُلًا لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ
“Telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka.Telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas, agar mereka mendapat petunjuk”. (QS.Al-Anbiya:31)
KESEPAKATAN KAUM MUSLIMIN DALAM PERMASALAHAN INI
Abdul Qodir Al-Baghdadiy –rohimahulloh- mengatakan: “Mereka (ulama kaum muslimin) bersepakat akan tetapnya bumi. Adapun pergerakannya terjadi karena adanya sesuatu yang muncul, seperti adanya gempa bumi dan yang semisalnya”. (Al-Firoq Bainal Firoq,hal.318)
Imam Al-Qurthuby –rohimahulloh- berkata: “Yang diyakini oleh kaum muslimin dan Ahli Kitab (Yahudi & Nashrani) bahwa bumi itu tetap diam, tak berjalan dan dihamparkan. Adapun pergerakannya biasanya disebabkan adanya gempa bumi”.
Imam At-Tuwaijiry –rohimahulloh- berkata: “Hal ini sangat jelas untuk menyatakan ijma’ dari kaum muslimin dan ahli kitab akan tetapnya bumi”. (As-Showa’iqus Syadidah,hal. 54)
WAJIBNYA MENERIMA DAN BERIMAN DENGAN BERITA ALLOH DAN ROSULNYA
Alloh –ta’ala- berfirman:
وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللهِ قِيلًا
“Siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Alloh?!” (QS.An-Nisa:122)
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
“Tidaklah pantas bagi seorang mukmin dan mukminah, apabila Alloh dan Rosul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, masih ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Barangsiapa mendurhakai Alloh dan Rosul-Nya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata”. (QS.Al-Ahzab:36)
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Sesungguhnya perkataan orang-orang yang beriman itu apabila mereka diseru kepada Alloh dan Rosul-Nya untuk menghukumi (mengadili) di antara mereka adalah, “Kami mendengar dan Kami taat”. Mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS.An-Nur:51)
Dari dalil-dalil diatas, menunjukkan akan wajibnya seseorang untuk menerima dan membenarkan berita Alloh dan Rosul-Nya. Apabila terjadi perselisihan di antara kita, maka wajib untuk mengembalikan perkaranya kepada Alloh dan Rosul-Nya, yaitu kepada Kitabulloh dan Sunnah Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wa sallam-.
Alloh –ta’ala-berfirman:
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Alloh dan taatilah Rosul (Nya) serta ulil amri (pemimpin) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Alloh (Al-Quran) dan Rosul-Nya (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Alloh dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi Robb-mu, mereka tidaklah beriman hingga menjadikan kamu sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka suatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. (QS. An-Nisa’: 65)
Setiap muslim mengakui bahwa Nabi Muhammad –shollallohu ‘alaihi wa sallam-sebagai Rosululloh dan makna persaksian bahwa beliau sebagai Rosululloh sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab –rohimahulloh– dalam kitabnya Tsalatsatul Ushul adalah: “Taat terhadap apa yang beliau diperintahkan, membenarkan terhadap apa yang beliau khabarkan, menjauhi apa yang beliau larang dan supaya tidak beribadah, kecuali dengan apa yang disyariatkan”.
Seluruh makna yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad –rohimahulloh-diatas semuanya berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Seseorang juga tidak boleh mendahulukan perkataan selain dari perkataan Alloh dan Rosul-Nya di atas perkataan Alloh dan Rosul-Nya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Alloh dan Rosul-Nya dan bertakwalah kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh itu Sami’ (Maha Mendengar) lagi ‘Alim (Maha Mengetahui)”. (QS. Al-Hujurot:1)
Alloh –ta’ala-mengancam orang-orang yang menyelisihi perkara Alloh dan Rosul-Nya dengan ditimpakan kepadanya suatu fitnah dan siksaan yang pedih.
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih”. (QS. An-Nur: 63)
Setelah penyebutan semua dalil-dalil ini, apakah kita masih mendahulukan perkataan orang-orang kafir dan mengatakan bahwa perkataan mereka itu lebih sesuai dengan kenyataan?!
Siapa yang lebih mengetahui Alloh Al-’Alim Al-Khobir yang ilmu-Nya meliputi semua apa yang ada di langit dan di bumi dan apa yang ada diantara keduanya ataukah orang kafir yang tidak mengenal siapa pencipta langit dan bumi?!
Tidakkah kita takut apabila kita menolak dan mendustakan kalamulloh yang tidak ada keraguan di dalamnya dan kalam Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wa sallam-yang tidaklah berucap melainkan wahyu yang diturunkan kepada-Nya dengan sebuah fitnah dan siksaan yang pedih?!
Wahai Saudaraku, berimanlah dengan semua yang dikabarkan Alloh dan Rosul-Nya serta yakinilah bahwa semua itu adalah kebenaran. Insyaalloh dengan demikian akan dibukakan bagi kita pemahaman dan dibukakan hati kita untuk menerimanya. Hal ini merupakan sebuah kaedah yang disebutkan oleh Syaikh Ibnu ‘Utsaimin –rohimahulloh– dalam kitab Syarhul Aqidah Al-Washitiyah, hal. 289-290. Kaedah tersebut berbunyi: “Berimanlah kamu, maka engkau akan mendapatkan petunjuk”. Siapa yang tidak beriman dengan ayat-ayat Alloh, maka ia tidak akan mendapatkan petunjuk; sehingga ia tetap buta dari kandungan Al-Qur’an dan tidak mampu untuk mengambil hidayah darinya. Kita memohon kepada Alloh untuk memberikan hidayah-Nya untuk kita semua. Amin
Dalil dari kaedah ini adalah firman Alloh–ta’ala-:
وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Barangsiapa yang beriman kepada Alloh, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya dan Alloh itu ‘Alim (Maha Mengetahui) atas segala sesuatu”. (QS.At-Taghobun:11)
إن الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللهِ لَا يَهْدِيهِمُ اللهُ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ * إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Alloh (Al-Quran), maka Alloh tidak akan memberi petunjuk kepada mereka dan bagi mereka azab yang pedih.Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan itu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Alloh dan mereka itulah orang-orang pendusta”. (QS.An-Nahl:104-105)
Maka saya menyeru kepada semua kaum muslimin, tatkala datang kepadanya sebuah ayat Al-Qur’an, untuk menerimanya dengan penuh ketaatan tanpa keraguan atau berat hati. Jikalau bukan kita kaum muslimin, maka siapa lagi yang akan menerima dan mengamalkan Al-Qur’an itu? Bukankah Al-Qur’an itu diturunkan untuk diamalkan? Mengapa hati kita tidak bisa mengambil petunjuk darinya,sedang orang kafir sendiri bisa mendapatkan hidayah hanya karena mendengar lantunan ayat Al-Qur’an sebagaimana kisah Jubair bin Muth’im –rodhiyallohu ‘anhu- (ketika masih kafir) tatkala mendengar Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wa sallam– membaca surat At-Thur pada sholat Maghrib. Beliau –rodhiyallohu ‘anhu- mengatakan, “Seakan-akan hatiku terbang…” Maka sejak saat itu, Alloh memberikan hidayah kepadanya dan masuklah ia ke dalam Islam.
Sekeras apa hati kita, sampai kita mendustakan ayat-ayat Al-Qur’an??!
Padahal jin saja, yang sifat kejelekan dikalangan mereka lebih banyak daripada manusia, tetapi tatkala salah satu dari mereka mendengar ayat Alloh, maka dia pun beriman dengannya sebagaimana yang Alloh –ta’ala-sebutkan dalam firman-Nya:
وَأَنَّا لَمَّا سَمِعْنَا الْهُدَى آمَنَّا بِهِ فَمَنْ يُؤْمِنْ بِرَبِّهِ فَلَا يَخَافُ بَخْسًا وَلَا رَهَقًا
“Sesungguhnya kami (para jin) tatkala mendengar petunjuk (Al-Quran), kami beriman kepadanya. Barangsiapa beriman kepada Robb-nya, maka ia tidak takut akan pengurangan pahala dan tidak (takut pula) akan penambahan dosa dan kesalahan”. (QS.Al-Jin: 13)
Wahai saudaraku, berimanlah sebelum datangnya penyesalan yang pada waktu itu tidak akan bermanfaat lagi keimanan dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Alloh meminta untuk dikembalikan lagi ke dunia untuk beramal dan beriman dengan ayat-ayat-Nya.
Alloh –subhanahu wata’ala- berfirman:
وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ * تَلْفَحُ وُجُوهَهُمُ النَّارُ وَهُمْ فِيهَا كَالِحُونَ *أَلَمْ تَكُنْ آيَاتِي تُتْلَى عَلَيْكُمْ فَكُنْتُمْ بِهَا تُكَذِّبُونَ * قَالُوا رَبَّنَا غَلَبَتْ عَلَيْنَا شِقْوَتُنَا وَكُنَّا قَوْمًا ضَالِّينَ * رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْهَا فَإِنْ عُدْنَا فَإِنَّا ظَالِمُونَ * قَالَ اخْسَئُوا فِيهَا وَلَا تُكَلِّمُونِ
“Barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri.Mereka kekal di dalam neraka Jahannam. Muka mereka dibakar api neraka dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat. Bukankah ayat-ayat-Ku telah dibacakan kepada kalian, tetapi kalian selalu mendustakannya? Mereka berkata: “Wahai Robb kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami dan kamiadalah orang-orang yang sesat.Wahai Robbkami, keluarkanlah kami darinya (dan kembalikanlah kami ke dunia), maka jika kami kembali (juga kepada kekafiran), maka sesungguhnya kami adalah orang-orang yang dzolim. Alloh berfirman: “Tinggallah dengan hina di dalamnya dan janganlah kalian berbicara dengan-Ku!” (QS. Al-Mukminun: 103-108)
وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ * وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ * أَنْ تَقُولَ نَفْسٌ يَا حَسْرَتَا عَلَى مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللَّهِ وَإِنْ كُنْتُ لَمِنَ السَّاخِرِينَ *أَوْ تَقُولَ لَوْ أَنَّ اللَّهَ هَدَانِي لَكُنْتُ مِنَ الْمُتَّقِينَ * أَوْ تَقُولَ حِينَ تَرَى الْعَذَابَ لَوْ أَنَّ لِي كَرَّةً فَأَكُونَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ * بَلَى قَدْ جَاءَتْكَ آيَاتِي فَكَذَّبْتَ بِهَا وَاسْتَكْبَرْتَ وَكُنْتَ مِنَ الْكَافِرِينَ * وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ تَرَى الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى اللَّهِ وُجُوهُهُمْ مُسْوَدَّةٌ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْمُتَكَبِّرِينَ
“Kembalilah kalian kepada Robb kalian dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang adzab kepada kalian, kemudian kalian tidak dapat ditolong (lagi). Ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepada kalian dari Robb kalian sebelum datang adzab kepada kalian dengan tiba-tiba, sedang kalian tidak menyadarinya. Supaya jangan ada orang yang mengatakan: “Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Alloh, sedang aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Alloh)”. Atau supaya jangan ada yang berkata: “Kalau sekiranya Alloh memberi petunjuk kepadaku tentulah aku termasuk orang-orang yang bertakwa”. Atau supaya jangan ada yang berkata ketika ia melihat adzab: “Kalau sekiranya aku dapat kembali (ke dunia), niscaya aku akan termasuk orang-orang berbuat baik”. (Bukan demikian), sebenarnya telah datang ayat-ayat-Ku kepadamu lalu kamu mendustakannya dan kamu menyombongkan diri.Kamu adalah termasuk orang-orang yang kafir”. Pada hari kiamat kamu akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Alloh, mukanya menjadi hitam. Bukankah dalam neraka Jahanam itu adalah tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri?!”
PERKATAAN PARA ULAMA TENTANG PERMASALAHAN INI
- 1. Syaikh Muhammad bin Ibrohim Alu Syaikh –rohimahulloh-.
Pertanyaan: “Telah ditetapkan pada tahun ini kurikulum geografi di‘Darut-Tauhid’. Mengingat karena kurikulum tersebut pada asalnya adalah materi agama saja, akan tetapi telah ditetapkan kurikulum tentang pemikiran mereka yang menyatakan bahwa bumi itu berputar sedang matahari tetap yang disertai dengan dalil-dalil yang tidak bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Akan tetapi hanya berdasarkan pikiran dan dugaan semata yang bertentangan dengan apa yang ada dalam Al-Qur’an seperti firman Alloh –ta’ala-yang berbunyi:
وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا
Juga selain dari ayat ini sebagaimana tidak samar lagi bagi Anda. Lebih-lebih kami melihat para siswa, pikiran mereka lebih condong kepada pemikiran ini, yang tidak diragukan lagi bahwa hal ini mengurangi keimanan mereka … Sampai terjadi salah seorang siswa telah menulis di papan tulis sebuah kalimat: “Kabar penting bahwasanya bumi itu berputar!” Saya mengharapkan adanya faedah dari Anda”.
Jawaban: “Apa yang disebutkan oleh ahli Geografi adalah suatu kebatilan yang sangat dan menafikan terhadap ayat yang telah Antum sebutkan. Alhamdulilah, yang telah memberikan taufiq kepada kalian untuk mengingkari khayalan-khayalan yang batil seperti ini. Sungguh saya bergembira sekali dengan sikap Anda. Barokallohu fikum”. (Majmu’wa Rosail Muhammad bin Ibrohim Alu Syaikh: 98/13)
- 2. Syaikh Imam Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz –rohimahulloh-.
Beliau berkata dalam kitab ‘Syarh Kitab Tauhid’, hal. 202:
“Kaum muslimin (yaitu para ulamanya) bersepakat bahwasanya bumi itu tetap dan matahari berjalan … Orang-orang yang mengatakan dengan perputaran bumi disekitar matahari itu, mereka berusaha untuk mengajak kepada suatu pemikiran bahwa matahari itu diam dan ini adalah kekufuran.
وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيم
- 3. Syaikh Muhadits (Pakar Hadits) Muqbil bin Hadiy Al-Wadi’iy –rohimahulloh-
Pertanyaan:“Apa hukum orang yang mengatakan tentang perputaran bumi dan diamnya matahari?”
Jawaban:“Orang yang mengatakan bahwasanya matahari diam, makaia teranggap telah mendustakan Al-Qur’an, dikarenakan Alloh telah berfirman:
وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
Kemudian kisah Dzulqornain, sebagaimana yang disebutkan Alloh dalam surat Al-Kahfi dan juga hadits Abu Dzar, Abu Huroiroh dan sejumlah sahabat yang berbunyi: “Bahwasanya matahari meminta izin dan tidak diizinkan baginya. Kemudian ia sujud di bawah ‘arsy dan ingin kembali dari arah timur, akan tetapi tidak diizinkan. Maka ia pun terbit dari arah barat. Hadits-hadits lain juga sangat banyak yang menunjukkan akan hal ini. Saya nasehatkan untuk membaca kitab Syaikh At-Tuwaijiriy –hafidzohulloh-yang berjudul:”Ash-Showa’iq As-Syadidah fir Rod ‘Ala Ahlil Haiatil Jadidah” dan juga pelengkapnya. Saya nasehatkan untuk membaca dua kitab ini.
Hal yang terpenting adalah kita bisa kokoh diatas Sunnah Rosululloh –shollallohu’alaihi wasallam-. Kemudian yang perlu untuk diketahui, bahwa musuh-musuh sunnah biasanya mereka mendatangkan dengan pertanyaan seperti ini dalamsebuah perkumpulan, sedang para pemuda itu patut dikasihani. Pikiran mereka telah kacau dan rusak. Diantara mereka ada yang mengatakan bahwa asal manusia itu dari kera. Ini adalah perkataan Darwin. Juga pikiran mereka telah kacau di sekolah-sekolah disebabkan karena guru-guru mereka mendatangkan hal-hal seperti ini di masyarakat dengan tujuan untuk melarikan dari Ahlussunnah … Siapa yang menerima Kitab dan Sunnah, maka dia tidak akan perduli dengan perkataan Darwin dan selainnya dari orang-orang yang mempunyai penyimpangan. Siapa yang goncang aqidahnya, maka dia ini adalah orang yang patut dikasihani. Setiap kali saya katakan, “Alloh telah berfirman seperti ini,” maka ia pun menjawab: “Mereka (orang-orang barat) telah berkata seperti itu”. Hal yang seperti ini hanyalah ikut-ikutan. (Ijabatus Sa’il ‘ala Ahammil Masail,hal. 384-385)
- 4. Syaikh Al-Faqih Muhammad bin Sholeh Al-’Utsaimin-rohimahulloh-
Pertanyaan:“Apakah matahari berputar mengelilingi bumi?”
Jawaban: “Dzohir dalil-dalil syar’iy menetapkan bahwa matahari itulah yang berputar mengelilingi bumi dan dengan perputarannya tersebut, terjadilah pergantian malam dan siang. Tidak boleh bagi kita untuk melanggar dzohir dalil-dalil ini, kecuali dengan dalil lain yang lebih kuat yang membolehkan kita untuk memalingkan dalil tersebut dari dzohirnya”.
Kemudian beliau menyebutkan dalil-dalil yang menunjukkan akan berputarnya matahari mengelilingi bumi. (Fatawa Arkanul Islam,hal. 43)
- 5. Syaikh Al-’Allamah Sholeh bin Fauzan Al-Fauzan –hafidzohulloh-.
Beliau mengatakan dalam kitab Syarh Tsalatsatul Utsul: “Matahari adalah sebuah bintang yang besar, begitu juga bulan merupakan salah satu tujuh bintang yang berjalan. Masing-masing berjalan mengelilingi bumi. Sedangkan bumi itu tetap. Alloh menjadikannya tetap untuk kemaslahatan hamba-Nya. Sedangkan matahari dan seluruh … berputar mengelilinginya, tidak seperti yang dikatakan oleh orang-orang yang memprediksi pada zaman sekarang dari orang-orang yang mengaku mempunyai ilmu pengetahuan, mereka mengatakan bahwasanya matahari itu tetap dan bumi yang berputar mengelilinginya. Hal ini berbeda dengan apa yang ada dalam Al-Qur’an.
وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
“Matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Al-’Aziz (yang Maha Perkasa) danAl-’Alim (Maha Mengetahui)”. (QS.Yasin:38)
Sedang mereka mengatakan bahwa matahari itu tetap! Ya subhanalloh…!“
- 6. Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah.
Pertanyaan: “Dalam sebuah pelajaran yang saya ajarkan menyebutkan bahwa bumi berputar mengelilingi matahari. Hanya saja saya mendengar dari Syaikh Abu Bakr Al-Jazairy bahwa mataharilah yang berputar mengelilingi bumi dan beliau mengatakan, “Siapa yang mengajarkan materi ini hendaknya takut kepada Alloh, sebab hal ini sangat berbahaya terhadap aqidahnya dan menyebabkan kafirnya seseorang. Kemudian saya menjelaskan hal ini kepada para siswa setelah pelajaran selesai. Apakah yang saya lakukan ini benar atau salah? Berikanlah faedah kepada saya, mudah-mudahan Alloh membalas kebaikan Anda sekalian”.
Jawaban: “Apa yang dikatakan oleh Syaikh Abu Bakr adalah benar, sebab bumi itu tetap dan mataharilah yang berputar mengelilingi bumi sebagaimana yang disebutkan oleh Alloh -’azza wa jalla- dalam firman-Nya:
اللهُ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ قَرَارًا
“Alloh-lah yang menjadikan bumi bagi kalian sebagai tempat menetap”. (QS. Ghofir: 64)
وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا
“Matahari itu berjalan ditempat peredarannya”. (QS. Yasin: 38)
Alloh -ta’ala- juga berfirman tentang matahari dan bulan:
كُلٌّ يَجْرِي إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى
“Masing-masing berjalan sampai kepada waktu yang ditentukan”. (QS.Luqman:29)
Siapa yang mengatakan bahwa bumi itu yang berputar dan matahari itu tetap, maka dia telah mendustakan Al-Qur’an.Sedangkan mendustakan Al-Qur’an itu adalah sebuah kekafiran yang besar.Nas’alulloh al-’afiyah was-salamah, wabillahit-taufiq“.
Al-Lajnah Ad-Daimah untuk pembahasan ilmiyah dan fatwa.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz.
Wakil ketua: Abdul Aziz Alu Syaikh.
Anggota : Sholeh Al-Fauzan.
Anggota: Bakr Abu Zaid.
- 7. Syaikh Yahya bin ‘Ali Al-Hajuriy –hafidzohulloh-.
Beliau mengatakan dalam kitabnya Ash-Shubhu Asy-Syariq,hal. 154-158, tatkala membantah Az-Zandaniy seorang tokoh Ikhwanul Muslimin yang meyakini aqidah ini, setelah menyebutkan teks dari perkataan Az-Zandaniy:
“Ini adalah ta’wil yang rusak dan takalluf (sikap memaksakan diri) yang terbantah dengan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Benarlah Abu Muhammad Ibnu Hazm –rohimahulloh- tatkala mengatakan: “Alloh tidak akan menolong agamanya dengan seorang ahli bid’ah”. Az-Zandaniy membantah orang-orang yang mengatakan tetapnya matahari dan menta’wil ayat bahwa matahari berjalan disekitar dirinya saja dan pengakuannya bahwa Al-Qur’an menunjukkan akan adanya kebatilan dan pertentangan satu dengan yang lainnya. Semua itu hanyalah sikap taklid dan percaya terhadap mereka (orang-orang kafir)”.
Kemudian Syaikh Yahya –hafidzohulloh- menyebutkan dalil-dalil yang membantah keyakinan ini.
Kemudian beliau juga mengatakan dalam hal. 159: “Pembahasan masalah ini termasuk dalam bagian aqidah. Siapa yang meyakini bahwa bumi itu berputar, bergerak dan berjalan, maka wajib baginya untuk mencari dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Apabila tidak mendapatkan dalil, maka ia adalah orang yang mempunyai aqidah yang rusak, tidak bersandar diatas dalil”.
Apa yang telah lewat berupa ayat-ayat, hadits-hadits dan perkataan para ulama, cukup bagi orang yang Alloh inginkan baginya hidayah untuk melepaskan diri dari keyakinan yang rusak ini.
فَمَنْ يُرِدِ اللهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ * وَهَذَا صِرَاطُ رَبِّكَ مُسْتَقِيمًا قَدْ فَصَّلْنَا الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَذَّكَّرُونَ
“Barangsiapa yang Alloh kehendaki untuk memberikan petunjuk kepadanya, niscaya Dia melapangkan dadanya kepada agama Islam. Dan barangsiapa yang Alloh kehendaki padanya kesesatan, niscaya Alloh akan menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Alloh menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. Inilah jalan Robb-mu yang lurus. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran”. (QS. Al-An’am: 125-126)
Mudah-mudahan Alloh memberikan hidayah-Nya kepada kita semua,amin.
Adapun yang masih ragu dan tidak terima dengan apa yang dikabarkan Alloh dan Rosul-Nya, maka hidayah itu hanyalah di tangan Alloh. Mudah-mudahan Alloh menghindarkan kaum muslimin dari kejelekan hawa nafsunya. Hal yang terpenting adalah telah sampai kepadanya hujjah.
لِيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنْ بَيِّنَةٍ وَيَحْيَى مَنْ حَيَّ عَنْ بَيِّنَةٍ وَإِنَّ اللهَ لَسَمِيعٌ عَلِيم
“Yaitu agar orang yang binasa itu, binasa dengan keterangan yang nyata dan orang yang hidup itu hidup dengan keterangan yang nyata (pula). Sesungguhnya Alloh Sami’ (Maha Mendengar) lagi ‘Alim (Maha Mengetahui)”. (QS.Al-Anfal:42)
PENERANG BAGI HATI YANG MASIH BIMBANG
Sebagian orang yang mempunyai keyakinan ini berdalil dengan firman Alloh –ta’ala-:
وَتَرَى الْجِبَالَ تَحْسَبُهَا جَامِدَةً وَهِيَ تَمُرُّ مَرَّ السَّحَابِ صُنْعَ اللهِ الَّذِي أَتْقَنَ كُلَّ شَيْءٍ إِنَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَفْعَلُون
“Kamu lihat gunung-gunung itu yang kau sangka ia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagaimana jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Alloh yang membuat dengan kokoh segala sesuatu. Sesungguhnya Alloh itu Khobir (Maha Mengetahui) apa yang kalian kerjakan”. (QS.An-Naml:87-88)
Dengan ayat ini mereka berdalil akan bergeraknya bumi, akan tetapi tidak ada dalam ayat ini yang menunjukkan akan hal tersebut, sebab hal ini terjadi pada hari kiamat tatkala alam semesta ini dihancurkan. Apa yang ada di bumi beterbangan seperti kapas yang ditiup angin. Adapun sebelum hari kiamat, maka bumi dan gunung tak bergerak, kecuali apabila terjadi gempa bumi. Hal ini menjadi jelas dengan melihat konteks ayat sebelumnya:
وَيَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ فَفَزِعَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللهُ وَكُلٌّ أَتَوْهُ دَاخِرِينَ * وَتَرَى الْجِبَالَ تَحْسَبُهَا جَامِدَةً وَهِيَ تَمُرُّ مَرَّ السَّحَابِ صُنْعَ اللهِ الَّذِي أَتْقَنَ كُلَّ شَيْءٍ إِنَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَفْعَلُونَ
“Ingatlah hari ketika ditiupnya sangkakala, maka terkejutlah segala yang di langit dan di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki oleh Alloh. Mereka semua datang menghadap-Nya dengan merendahkan diri. Demikian pula kamu lihat gunung-gunung yang kamu sangka tetap di tempatnya itu, padahal ia berjalan sebagaimana jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Alloh yang membuat dengan kokoh segala sesuatu.Sesungguhnya Alloh itu Khobir (Maha Mengetahui)atas apa yang kamu kerjakan”. (QS. An-Naml: 87-88)
Sebagaimana pula Alloh –ta’ala-menyebutkan dalam ayat yang lain:
الْقَارِعَةُ* مَا الْقَارِعَةُ * وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ * يَوْمَ يَكُونُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوثِ * وَتَكُونُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوشِ
“Hari kiamat.Apakah hari kiamat itu? Tahukah kamu, apakah hari kiamat itu? Pada hari itu manusia seperti anai-anai yang bertebaran. Gunung-gunung seperti bulu domba yang dihambur-hamburkan”. (QS. Al-Qori’ah: 1-5)
وَيَوْمَ نُسَيِّرُ الْجِبَالَ وَتَرَى الْأَرْضَ بَارِزَةً وَحَشَرْنَاهُمْ فَلَمْ نُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًا
“Ingatlah akan hari yang ketika itu Kami perjalankan gunung-gunung. Kamu akan melihat bumi itu datar dan Kami kumpulkan seluruh manusia. Tidak Kami tinggalkan seorangpun dari mereka”. (QS. Al-Kahfi: 47)
إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ * وَإِذَا النُّجُومُ انْكَدَرَتْ * وَإِذَا الْجِبَالُ سُيِّرَتْ * وَإِذَا الْعِشَارُ عُطِّلَتْ
“Apabila matahari digulung. Apabila bintang-bintang berjatuhan. Apabila gunung-gunung dihancurkan. Apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak diperdulikan)”. (QS. At-Takwir: 1-4)
Masih banyak ayat-ayat lain yang semakna dengannya. Hal ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an itu benar dan saling menguatkan satu dengan yang lain dan tidak mungkin Al-Qur’an itu menunjukkan kebatilan atau menguatkannya, kecuali oleh orang-orang yang menyalah-gunakannya untuk kebatilan dari orang-orang yang tidak menuntut ilmu dan berguru dengan Ahlussunnah, sehingga dengan seenaknya sendiri mengambil ayat tanpa mengetahui makna serta kandungannya, apalagi tafsir dan sisi pendalilannya. Oleh karena itu, tidak heran apabila pendalilan mereka justru dipakai untuk membantah diri mereka sendiri.Wallohul Musta’an.
Ayat lain yang dipakai oleh mereka adalah firman Alloh –ta’ala-:
كُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
“Masing-masing dari keduanya itu beredar dalam garis edarnya”. (QS. Al-Anbiya’: 33)
Sisi pendalilan mereka bahwa ayat ini mencakup matahari, bulan, bumi dan semua bintang-bintang yang berjalan.
Jawaban:
Ayat ini dalam Al-Qur’an terdapat pada dua tempat, dalam surat Al-Anbiya’ ayat 33 dan surat Yasin ayat 40.
وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
“Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan, masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya”. (QS. Al-Anbiya’: 33)
لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya”. (QS. Yasin: 40)
Tidak ada satu pun pada dua ayat di atas penyebutan tentang bumi, akan tetapi kedua ayat tersebut berkaitan dengan matahari dan bulan, yang masing-masing dari keduanya berjalan digaris peredarannya, sehingga ayat ini hanyalah menunjukkan perjalanan matahari dan bulan. Lagi-lagi dalil ini justru membantah diri mereka sendiri.
فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ
“Maka ambillah (hal itu) sebagai pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai wawasan”. (QS. Al-Hasyr: 2)
Kebanyakan dari orang-orang yang berkeyakinan seperti ini tidaklah terbetik dalam pikiran mereka kalau mereka mempunyai pendalilan dari Al-Qur’an. Hal itu karena kebanyakan mereka mendapatkan keyakinan ini di sekolah-sekolah dengan bermodalkan sikap taklid semata dan langsung percaya dengan teori-teori orang-orang kafir yang mereka kagumi keilmuannya.
Dengan demikian, masuklah keyakinan ini ke dalam hati mereka yang kosong dengan ilmu syar’i dan tertancaplah keyakinan itu dalam hati, sehingga sangat sulit untuk dihilangkan, meskipun orang-orang tersebut telah hadir dalam majelis-majelis ilmu, kecuali orang-orang yang dirahmati oleh Alloh. Sehingga tidak heran tatkala disampaikan kepadanya akan kebatilan hal ini, sebagian mereka membela mati-matian akan keyakinan ini, sebagaimana dalam sebuah syair Arab:
أتاني هواها قبل أن أعرف الهوى فصادف قلبا خاليا فتمكنا
“Datang kepadaku cintanya sebelum aku mengenal akan sebuah cinta
Masuklah ia ke dalam hati yang kosong maka ia pun menetap di sana”.
Mudah-mudahan Alloh memberikan hidayah kepadanya untuk menerima kebenaran dengan hati lapang.
Ada juga sebagian dari mereka yang mengatakan bahwa para ulama tidak mengetahui perkara-perkara dunia dan berdalil dengan hadits yang berbunyi:
أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ
“Kalian lebih tahu tentang perkara duniamu”. (Al-Hadits)
Jawaban:
Perlu untuk diketahui bahwasanya perkara ini berkaitan dengan permasalahan aqidah,sebab Alloh dan Rosul-Nya telah mengabarkan kepada kita tentang hal ini.Maka tidaklah benar kalau permasalahan ini dikatakan perkara dunia. Perkara ini adalah perkara aqidah yang sangat penting bagi seorang muslim. Apakah kita akan menolak pengkabaran Alloh dan Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wa sallam-hanya karena berdalil dengan hadits ini? Apakah Alloh-ta’ala-juga tidak mengetahui perkara dunia, sedangkan Dia-lah yang telah menciptakan semua yang ada didunia ini!
Apa saja yang telah datang nashnya dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, wajib untuk diterima baik dalam permasalahan dunia maupun akhirat. Menolak ayat atau hadits yang shohih merupakan kekufuran dan telah berlalu penyebutan hal tersebut dengan dalil-dalilnya. Maka sangat mengherankan kalau hadits Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wa sallam– dipakai untuk pendalilan terhadap kekufuran!
Permasalahannya bukanlah dengan para ulama saja. Kita tidak mengambil keyakinan ini semata-mata dari perkataan para ulama! Kita dan para ulama mengambil keyakinan ini dari Alloh dan Rosul-Nya, sehingga jangan dipahami bahwa para ulama yang mencetuskan keyakinan ini. Keyakinan ini bersumber dari Alloh dan Rosul-Nya, tidak ada campur tangan dari para ulama sedikitpun. Mereka hanya menyampaikan dan menjelaskan kepada umat kandungan dari ayat-ayat Al-Quran dan hadits-hadits Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wa sallam-.
Mudah-mudahan penjelasan ini bisa memperbaiki kesalah-pahaman orang yang menyangka bahwa keyakinan ini bersumber dari para ulama, walhamdulillah.
Termasuk dari perkara yang membuat bimbang adalah perkataan sebagian orang, “Bagaimana matahari tenggelam dan sujud di bawah ‘arsy, sedangkan di negara lain masih terang bersinar dan di tempat lain baru terbit?”
Untuk menghilangkan kebimbangan ini, kami nukilkan perkataan Syaikh Muhammad Nashirudin Al-Albaniy –rohimahulloh- tatkala ditanya tentang hal ini. Inti pertanyaan yang diajukan kepada beliau tentang hadits yang mengatakan bahwa setiap hari matahari meminta izin dan bersujud di bawah ‘arsy.
Beliau –rohimahulloh– menjawab: “Hadits ini shohih dan perginya ia ke bawah ‘arsy tidaklah bertentangan dengan hakekat syar’iyyah, sebab matahari itu terus-menerus dibawah ‘arsy. Akan tetapi sujudnya itu dinisbatkan kepada negeri tertentu yaitu Madinah, sebab Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wa sallam-berbicara di sana ketika berkata kepada Abu Dzar –rodhiyallohu ‘anhu-: “Tahukah kamu kemana perginya matahari itu?” Maka Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wa sallam– mengabarkan bahwasanya ia pergi dan bersujud di bawah ‘arsy ketika waktu tenggelamnya bila dinisbatkan ke kota Madinah. Makna inilah yang dapat menghilangkan kebingungan, … sehingga yang dimaksud adalah terbenamnya matahari ketika di kota Madinah. Maka sujudnya adalah waktu yang sesuai dengan waktu terbenamnya di kota tersebut dan bukan di semua tempat di dunia ini.
Pertanyaan: Apakah dipahami dari hadits ini bahwa matahari itu berhenti ketika sujud?
Jawaban: Tidaklah hal itu merupakan suatu keharusan, dikarenakan manusia yang lemah saja dapat bersujud bersamaan dengan itu pula dia berjalan, benar atau tidak? Kita contohkan misalnya pada sholatkhouf (sholat yang dilakukan dalam medan peperangan) ada dua bentuk: pertama, dalam keadaan tidak berhadapan dengan musuh dan yang kedua dalam keadaan berkecamuknya peperangan. Dalam keadaan yang seperti ini mereka mengerjakan sholat tanpa adanya gerakan ruku dan sujud sebagaimana yang kita ketahui, akan tetapi hanyalah melakukan isyarat dengan kepala. Jadi seorang muslim ketika berperang menghadapi orang-orang kafir kemudian datang waktu sholat, maka ia mengerjakan sholat dalam keadaan berjalan menyerang musuh. Hal yang seperti ini saja dapat terjadi pada manusia biasa, maka lebih mungkin lagi untuk terjadi pada bintang-bintang seperti matahari. Robb kita lebih tahu akan hakekat (sujudnya matahari yang sebenarnya). Jadi,hal ini tidaklah bertentangan antara sujud dengan berjalannya”. (Al-Fatawa Al-Kuwaitiyyah, hal. 53-54,cet. Dar Adh-Dhiya’)
Perkataan Syaikh Al-Albaniy-rohimahulloh– tersebut menunjukkan bahwa perkara-perkara ghaib itu tidak kita ketahui hakekatnya. Yang wajib bagi kita adalah beriman dengan hal tersebut tanpa menggambar-gambarkan hakekatnya, sebab hanya Alloh-ta’ala– sajalah yang mengetahui hakekatnya. Dan tidaklah menjadi suatu keharusan bahwa sujudnya matahari itu sama seperti sujudnya manusia. Hanya Alloh sajalah yang tahu bagaimana hakekat sujudnya, sebagaimana Alloh –ta’ala– mengabarkan tentang sujudnya bintang-bintang dan pepohonan.
وَالنَّجْمُ وَالشَّجَرُ يَسْجُدَانِ
“Bintang dan pohon-pohonan, keduanya sujud kepada-Nya”. (QS. Ar-Rohman: 6)
تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Alloh.Tak ada sesuatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Halim (Maha Penyantun) lagi Ghofur (Maha Pengampun)”. (QS. Al-Isro’: 44)
Mudah-mudahan dengan penjelasan ini hilanglah kebimbangan yang masih ada di dalam hati, dan kita memohon kepada Alloh –ta’ala-untuk menghilangkan segala macam penyimpangan yang terjadi di kalangan kaum muslimin dan memberikan hidayah-Nya kepada kita semua.
FAEDAH: APAKAH BUMI ITU BULAT?
Dalam permasalahan ini tidak didapatkan nash yang shorih (jelas), baik dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Oleh karena itu, para ulama Ahlussunnah berbeda pendapat dalam masalah ini. Ada yang mengatakan bahwa bumi itu bulat dan ada yang mengatakan berbentuk hamparan.Hanya saja mereka tidak saling menyalahkan dan menyesatkan satu dengan yang lainnya. Sehingga bisa disimpulkan bahwa permasalahan ini adalah suatu permasalahan yang luas, tidak perlu untuk diperselisihkan. Permasalahan ini kami sebutkan sebagai tambahan faedah buat kita dikarenakan adanya keterkaitan dengan pembahasan kita ini.
PENUTUP
Mudah-mudahan dengan pembahasan ini Alloh –ta’ala-memberikan taufiq-Nya kepada kita semua untuk menerima kebenaran dan menghilangkan berbagai macam penyimpangan yang membahayakan aqidah kita. Dan kita meyakini bahwa apa yang disebutkan oleh orang-orang kafir dalam permasalahan ini merupakan suatu kedustaan dikarenakan bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Semua ilmu yang menyelisihi Kitab dan Sunnah adalah kebathilan. Dari sini kita bisa melihat akan pentingnya ilmu syariat bagi seorang muslim, sebab dengannya seseorang bisa mengetahui aqidah yang benar dan yang salah, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ahmad-rohimahulloh-: “Kebutuhan manusia terhadap ilmu itu melebihi kebutuhannya terhadap makan dan minum. Makanan dan minuman itu ia butuhkan dua atau tiga kali saja dalam sehari, akan tetapi ilmu itu dibutuhkan sejumlah nafasnya”.
Oleh karena itu,sepatutnya kita melaksanakan apa yang selalu dinasehatkan oleh para ulama kita yaitu hendaknya kita tidak diharomkan dari ilmu dan agar mencurahkan waktu kita untuk menuntut ilmu. Kita memohon kepada Alloh agar tidak memalingkan kita dari ilmu syariat tersebut.
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك